Minggu, 04 Desember 2011

bisnis waralaba

Waralaba yang mempunyai nama asli dari bahasa Prancis “Franchisee (kejujuran)” mempunyai arti hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan, sedangkan menurut pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan Franchisee adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa (http://www.wikipedia.com/). Di Indonesia sendiri telah terdapat berbagai macam bisnis waralaba yang sudah sangat dikenal dan aktif hingga saat ini.
 Entah itu dari luar negeri maupun lokal Indonesia. Waralaba-waralaba seperti misalkan Primagama, Indomaret, Macro, Honda, Yamaha, Ramayana, Pertamina, KFC, Pizza hut, dsb sudah sangat di kenal hampir seluruh  pelosok masyarakat Indonesia. Berbagai macam isi dan produk dari masing-masing waralaba ini juga dapat dilihat dengan sekejap mata.
            Bisnis waralaba ini hanya dapat dilakukan di negara yang sudah mempunyai hukum yang jelas. Karena waralaba sendiri menggunakan hak kekayaan intelektual (HAKI) untuk menyebarkan dan memperoleh keuntungan dari pemilik waralaba tersebut. Dengan hukum tersebut pula bisnis waralaba ini terlindungi secara ketat. Di Indonesia sendiri baru mulai sekitar tahun 1997 dikeluarkan peraturan pemerintah tentang waralaba, dan selanjutnya dikembangkan berbagai peraturan tentang waralaba tersebut, seperti UU tentang merek dagang, hak paten, dan rahasia dagang. Meskipun beberapa masyarakat masih skeptis terhadap aturan yang telah dikeluarkan karena terlihat dari berbagai pembajakan yang masih sangat kuat di Indonesia. Namun, beberapa segi waralaba yang berjalan di Indonesia berjalan dengan sangat lancar dan sukses.
            Untuk mengawali bisnis waralaba ini memang menggunakan modal besar, mulai dari Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI. Dan Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan (http://www.jubel888.com/).
            Indonesia saat ini waralabanya di dominasi dalam bentuk makanan siap saji dan mini market. Hampir di setiap kilometer di kota-kota besar Indonesia terutama di pulau Jawa sudah dapat ditemui di pinggir-pinggir jalan. Terutama minimarket Indomaret dan Alfamart yang seolah mendominasi dan menghiasi jalan raya maupun pelosok desa dengan harga-harga produk yang juga dapat dijangkau oleh kalangan atas maupun bawah. Dengan tembok warna-warninya membuat masyarakat tertarik untuk masuk dan melihat ke dalamnya, terlebih lagi ketika disalam oleh karyawan-karyawannya yang cantik, tampan, rapi, dan terlihat bersahaja saat masuk maupun keluar dari mini market tersebut. Salam tersebut memberikan kesan tersendiri bagi masyarakat. Terutama di Sekaran, Gunung Pati, Semarang yang memiliki empat buah mini market yang berasal dari Indomaret dan Alfamart.
            Sekaran merupakan suatu wilayah di Semarang di mana Universitas Negeri Semarang berdiri gagah. Masyarakatnya di dominasi oleh mahasiswa yang menimba ilmu di sana, hanya terdapat segelintir orang yang notabene adalah orang Sekaran asli. Sementara berbagai macam bentuk kos dan warung yang diisi oleh ribuan perantau dari luar Sekaran. Jadi terbentuklah suatu wilayah kecil yang memiliki tingkat keheterogenitas yang tinggi, berbagai mahasiswa dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, bahkan beberapa dari luar negeri ikut bergabung untuk menimba ilmu di Sekaran ini.
            Sekaran sendiri saat ini memiliki empat buah mini market yang berasal dua jenis merek waralaba, yaitu Indomaret dan Alfamart. Jarak keempat mini market tersebut tak lebih dari dua kilometer, hal ini membuktikan bahwa persaingan di antara waralaba sangatlah ketat. Dan hal ini juga tidak hanya terjadi di Sekaran, di jalan raya kota maupun desa ketika terdapat Indomaret maka tak jauh dari Indomart tersebut terdapat Alfamart, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut terlihat di berbagai tempat, terutama di Jawa sendiri yang berisi sekitar 60% penduduk Indonesia.
            Keempat mini market tersebut juga tidak pernah sepi dari pembeli yang didominasi mahasiswa. Berbagai jenis barang, makanan, minuman, keperluan rumah tangga, rokok di sajikan di dalamnya. Terlebih lagi tiap mini market tersebut menawarkan produk-produk yang sudah sangat dipercaya tentang kualitasnya. Kualitas tersebut tercermin dari nama yang dipakai oleh pemilik mini market melalui izin HAKI tersebut, karena dalam nama tersebut tersimpan suatu konsep kepercayaan masyarakat. Di jelaskan dalam buku Sosiologi Ekonomi bahwa dalam perilaku ekonomi melekat konsep kepercayaan/trust (Damsar,1997). Karena dari HAKI inilah suatu waralaba dapat dipercaya, berkembang, menyebar, begitu pula profit yang didapat.
            Begitu pula pada perilaku masyarakat ketika memasuki mini market tersebut, terutama penampilan masyarakat. Penampilan tiap individu pasti berbeda ketika mereka masuk ke mini market berwaralaba dan ketika mereka masuk ke toko kelontong yang isi produk yang di jual tidak jauh berbeda dengan mini market tersebut. Ketika mereka masuk ke toko kelontong, penampilan masyarakat tak jauh beda dengan penampilan ketika di rumah/kos, bahkan beberapa memakai sarung dan kaos dalam saja ketika masuk ke toko kelontong. Namun penampilan mereka berbeda ketika memasuki mini market, seolah terasa seperti masuk di daerah yang memiliki kelas yang jauh lebih tinggi dari pada toko kelontong. Hampir keseluruhan menggunakan pakaian yang jauh lebih baik dari pada penampilan mereka ketika di rumah/kos. Mereka harus berganti baju ketika akan menuju ke mini market tersebut, terutama mahasiswa. Beberapa diantarnya menuturkan supaya tidak malu dan jauh lebih pede ketika terdapat lawan jenis di dalam mini market tersebut.
            Munculnya mini market waralaba ini jelas menghasilkan tambahan pesaing kuat terhadap toko-toko kelontong yang sudah lama berdiri di Sekaran. Dengan harga yang relatif murah, kualitas terjamin, dan pelayanan yang bersahaja dari pegawai menjadi kekuatan penting dalam persaingannya. Berbeda dengan toko kelontong yang menjual produk-produk yang hampir sama dengan mini market dan harga jual yang tak jauh beda dengan mini market seolah terjadi perbedaan kelas diantara keduanya. Terlihat bahwa mini market waralaba tersebut berada di tingkatan yang lebih atas dari pada toko kelontong. Terjadinya pelapisan kelas diantara keduanya sama sekali tidak disengaja, seperti yang di terangkan dalam Sosiologi (Suatu Pengantar) bahwa adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat tersebut (Soekanto, 229). Perbedaan tersebut berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat, salah satunya ketika masyarakat masuk ke dalam mini market waralaba tersebut seperti yang sudah dijelaskan di atas. Selain itu juga ketika mini market waralaba berdiri, tanpa banyak kata masyarakat sudah menilai bahwa mini market tersebut adalah suatu yang bernilai berlebih diantara yang lain, padahal masyarakat tersebut belum melihat isi di dalam masyarakat.
            Mini market waralaba ini jelas memunculkan suatu perilaku dan penilaian baru yang berbeda dalam masyarakat. penilaian ini tercipta melalui pertumbuhan masyarakat yang terus terjadi, dapat dilihat dalam masyarakat kita melalui penilaian dan fenomena kita ketika melihat suatu pertumbuhan masyarakat. Sistem masyarakat yang kompleks inilah yang menghadirkan suatu gradesi warna seperti pelangi yang selalu memunculkan warna baru.

0 komentar:

Posting Komentar